Selasa, 28 Oktober 2014

Biasa dan Luar Biasa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), biasa diartikan sebagai lazim, umum. Menurut KBBI pula, luar biasa diartikan sebagai tidak seperti biasa, tidak sama dengan yang lain.

Beberapa waktu lalu, saya dan teman berbicara tentang biasa dan luar biasa ini, membuat saya terpikir, kenapa tidak saya tulis saja.

Setiap individu itu sebenarnya luar biasa. Ini menurut saya loh ya, setiap jiwa pasti punya pemikiran yang tidak selalu sama bukan? Karena itulah, atas dasar ketidaksamaan tersebut saya berpikir bahwa setiap individu itu luar biasa. Sekalipun individu tersebut sama-sama tukang becak yang selama ini dianggap sebagai rakyat biasa, tapi belum tentu pengalaman hidupnya sama, belum tentu pemikirannya sama, belum tentu tindakannya sama. Begitu pula dengan seorang yang memiliki jabatan tinggi, tidak ada yang pernah tahu bagaimana dia meraih posisi tersebut (kecuali si empu jabatan ini berbagi kisah tentunya) dan sekali lagi, antara pemilik jabatan tinggi yang satu dengan yang lain ini memiliki pengalaman dan caranya masing-masing.

Mencermati tulisan saya yang lalu tentang yudisium, ada beberapa predikat lulusan yang diterima para sarjana sesuai dengan IPKnya. Lulus Dengan Memuaskan (LDM), Lulus Dengan Sangat Memuaskan (LDSM) dan Lulus Dengan Pujian (LDP). Lulus dengan predikat LDP sesuai dengan sebutannya mungkin akan banyak menuai pujian, tapi jangan disangka bahwa predikat LDP selalu lebih baik dari predikat LDM maupun LDSM. Bisa jadi, pemilik predikat LDM ini justru lebih memiliki banyak skill daripada predikat LDP. Begitu pula LDSM, bisa saja justru mereka-mereka ini yang lebih banyak aktif berorganisasi dan bisa menyeimbangkan nilai akademisnya. Tidak jarang pula memang lulusan dengan predikat LDP memiliki segudang prestasi baik itu prestasi akademis maupun non akademis serta aktif di organisasi serta memiliki segudang skill yang bisa menjadikannya sebagai individu yang sangat bernilai.

Semuanya yang saya tulis diatas, kita semua luar biasa. Predikat, jabatan, maupun pekerjaan semuanya memiliki nilai. Kita harus yakin dan berbangga diri pada diri kita (bukan sombong loh ya) bahwa kita adalah seorang yang luar biasa, Jangan menjadi jemawa dan jangan pula menjadi rendah diri. Kita yang paling tahu mengenai diri kita sendiri, teruslah optimis teman-teman, jangan pernah menyerah dan putus asa meraih apa yang di dinginkan.


Senin, 27 Oktober 2014

Yudisum,antara haru dan cemas

Bagaimana tidak? Yudisium merupakan sesuatu yang dinantikan mahasiswa setelah melaksanakan sidang skripsi berikut segudang revisinya. Saat yudisiumlah diketahui hasil capaian akademis seorang mahasiswa selama masa perkuliahan yang dijalani.
Saya baru saja mengikuti yudisium saya sendiri yang diadakan 27 Oktober 2014. Bertempat di Grand Palace Resto Mitra Plaza Banjarmasin, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat  untuk program non reguler atau ekstensi tempat saya menempuh pendidikan melepas 38 orang sarjana. Masing-masing tentunya memiliki capaian yang berbeda. Saya sendiri cukup bangga atas capaian yang saya raih. Selama 4 tahun terakhir tidak ada yang lebih tahu pasti apa yang saya hadapi sehingga saya bisa mendapatkan hari yudisium saya. Apabila diingat-ingat kembali, pasti rasanya lega sekali, teman-teman pun tentu  merasakan hal yang sama, dengan pengalaman yang berbeda-beda dan hasil yang berbeda pula Mungkin ada yang merasa bangga seperti saya, atau ada yang merasa menyesal karena merasa masih bisa lebih baik ataupun merasa biasa-bisa saja, namun saya meyakini tidak ada yang tidak merasa terharu kalau mengingat-ingat apa yang dialami sejak awal perkuliahan hingga bisa duduk sebagai peserta yudisium.

Bagi saya pribadi yang selalu diliputi kecemasan, seperti yang saya bahas pada blog saya berjudul Skripsi oh skripsi yang lalu, saya cemas karena sebentar lagi saya akan menjadi pengangguran. Satu hal yang pasti, sebelum saya jadi pengangguran sejati, sebelumnya saya harus mengikuti wisuda terlebih dahulu. Jadi, lebih baik nikmati dulu masa-masa ini. Selamat bagi teman-teman peserta yudisium hari ini, baik yang lulus dengan predikan lulus dengan memuaskan, lulus dengan sangat memuaskan, sampai yang lulus dengan pujian, berbangga dirilah dan selalu waspada.

Selasa, 21 Oktober 2014

Skripsi oh skripsi...

Tiap mahasiswa pasti akan berjumpa yang namanya tugas akhir berupa karya tulis ilmiah yang dikenal dengan berbagai nama (kti, skripsi, thesis, disertasi, de el el). Saya pun sebagai salah seorang mahasiswa akhirnya bertatap muka juga dengan tugas akhir tersebut.

Proses pembuatan dan penyusunan skripsi, bagi saya pribadi, memang cukup menguras tenaga, waktu, uang dan pikiran. Dimulai dari kebingungan mencari topik yang ingin di tulis dilanjutkan dengan kebingungan cara menulisnya, saking pusingnya saya sempat berpikir kalau saya ingin keluar dari kebingungan jawabannya adalah mengetahui apa sih skripsi itu yang akhirnya berujung pada semakin bertambah bingungnya saya.

Kalau saya mengingat-ingat kembali bagaimana teman seperjuangan saya menganggap saya terlalu ribet, mereka memang ada benarnya. Namun, begitulah saya yang konon kabarnya merupakan tipe melankolis menurut tes yang saya ikuti di sebuah web yang saya lupa situsnya secara gratis. Saya selalu dipenuhi kecemasan, ditambah dengan pikiran 'seharusnya skripsi saya selesai semester kemarin'. Saya pun memutuskan untuk mengganti skripsi saya di semester ini. Selama saya menyusun skripsi, hal berikutlah yang saya lakukan.


"Memilih apa yang disukai dari apa yang disanggupi"

Beberapa artikel tentang pemilihan topik skripsi menyarankan agar kita memilih materi yang dipahami namun yang yang ada dipikiran saya saat memilih topik skripsi adalah "harus milih topik yang bisa saya selesaikan". Kenapa? Karena saya pikir, topik apapun yang saya pilih sama saja, apapun topiknya saya harus tetap belajar kembali, membuka buku kembali, membaca kata per kata kembali. Atas dasar hal tersebutlah saya memutuskan memilih topik yang saya suka. Apabila kita menyukai sesuatu biasanya dengan sukarela kita akan senang berada di sekitarnya bukan?

"Mencari dosen pembimbing skripsi"

Di kampus saya sebenarnya untuk dosen pembimbing (dospem) sudah di tentukan oleh ketua program studi sehingga mahasiswa cukup mengajukan proposal dan menunggu kabar tentang dospem masing-masing. Termasuk untuk kasus penggantian judul seperti yang saya lakukan, harus mengulang prosedur tersebut. Saya sudah merasa nyaman dengan dospem saya terdahulu, dan untungnya beliau bersedia membimbing saya.

"Tidak menyerah"

Saya termasuk orang yang mudah menyerah, terutama disaat saya tidak melihat jalan keluar. Saya mengawali skripsi saya dari hal yang saya suka dan dosen yang saya senangi, dimana saya berharap bantuan akan datang dari beliau. Namun, yang terjadi adalah beliau memberi saya pilihan "ganti topik skripsi atau cari orang lain yang bisa mengajari kamu". Pesan beliau saat itu yang saya ingat sampai sekarang adalah jangan menyerah, nak. Akhirnya saya tetap meneruskan topik yang saya pilih.


Tidak mudah memang menyusun skripsi bagi saya dan mungkin bagi sebagian orang lainnya yang juga baru pertama berhadapan dengan skripsi. Selama proses pun saya sempat ragu apakah bisa selesai atau tidak, namun di sisi lain saya bertekad skripsi saya harus selesai. Saya tidak sempat tidur dan makan demi menyelesaikan skripsi, bahkan saya ingat saya mengetik sampai pagi sambil menangis dan bergumam aku ingin tidur. Kalaupun sempat tidur hanya sebentar karena pagi hari harus konsultasi lagi, siang revisi, sore konsultasi lagi. Itulah yang saya lakukan saat menjelang sidang. Rentang waktu antara konsultasi terakhir dan waktu sidang saya sangat sempit, Hari itu di setujui untuk sidang, keesokan harinya langsung sidang. Kalau di ingat-ingat saya pikir lucu juga, saya pasti panik sekali saat itu :p

Tulisan ini saya buat hanya untuk sekedar berbagi pengalaman. Bagi teman-teman yang sedang atau akan berjumpa dengan skripsi dan kebetulan membaca tulisan saya, rajin-rajinlah konsultasi dengan dospem anda, jangan menunda waktu. Sungguh, kejar tayang di akhir sampai tidak sempat tidur dan makan itu menyiksa, bahkan pada hari sidang keadaan saya menurun alias sakit.

Setelah skripsi selesai dan sidang beres, saya kembali diliputi rasa cemas. Kenapa? Karena sebentar lagi saya akan menjadi pengangguran. Selain itu, banyak hal yang harus disiapkan untuk keperluan yudisium dan wisuda. Karena itulah, sebaiknya selalu siapkan rencana untuk hari esok, kalau memang ingin bersantai atau berlibur setelah sidang, imbangi dengan terus mencari informasi tentang apa yang harus dipersiapkan selanjutnya.

Saya pun dapat satu kesimpulan baru, setiap kita mengakhiri sesuatu sebenarnya kita juga sekaligus mengawali sesuatu. Marilah terus berjuang.