Sesaat, redup... redup sekali, hampir tidak terlihat, saya merasakan kebahagiaan.
Saya tidak berkata bahwa kebahagiaan itu kemudian hilang. Saya tahu dengan pasti kebahagiaan itu ada di dalam diri saya tapi sesaat setelah itu saya tidak bisa merasakan keberadaannya.
Hal tersebut memunculkan teori baru dalam pikiran saya
"Setiap orang memiliki kebahagiaan didalam dirinya masing-masing, namun kadang ada sesuatu hal yang membuatnya tidak bisa merasakan keberadaan bahagia itu sendiri"
Walaupun sebenarnya kalimat itu sudah jelas, kebahagiaan adalah perasaan yang bentuknya abstrak. Setiap orang jelas mempunyai perasaan kecuali hatinya sudah mati. Orang yang hatinya mati, dia merasa tidak bahagia karena dia hanya tahu bahwa hatinya sudah mati, sebenarnya hati tidaklah mungkin bisa mati kalau kita masih ingin mendengarkan hati kita :)
Tulisan saya tidak bisa dimengerti bukan? karna saya sendiri pun juga tidak, hehehe...
Dari sinilah semua itu berawal...
Malam ini, saya kembali tidak bisa tidur dan akhirnya memilih bercengkrama dengan monitor saya tercinta. Iseng, saya nyasar ke sebuah situs dengan alamat
salamsuper.com yang isinya merupakan rangkuman dari sebuah acara televisi oleh seorang motivator ternama di Indonesia.
Membaca tulisan disana membuat saya berpikir bahwa jelas sekali perbedaan antara saat saya dicintai dan saat saya mencintai. Ini pengalaman pribadi :)
Saya mungkin pernah dicintai oleh seseorang dimana mungkin saya tidak menaruh perasaan apapun. Saat itu saya merasa bahwa hati saya mungkin sudah mati karena saya tidak merasakan perasaan yang sama. Akhirnya berujung pada ketakutan saya bahwa saya tidak bisa bahagia. Saya pun kemudian berharap menemukan orang yang "lebih" mencintai saya dengan harapan saya bisa mencintainya juga.
Hal ini berbanding terbalik saat kemudian saya jatuh cinta. Tidak pernah terpikir oleh saya sebelumnya, saya harus menelan mentah-mentah kata-kata saya sendiri :)
Saat saya membaca tulisan sang motivator di situs
salamsuper.com bahwa : "Sebetulnya cinta itu tidak buta, cinta itu melumpuhkan logika", saya pun tersenyum. Apakah karena ini?
Disaat saya merasakan dengan sadar bahwa saya sedang mencintai seseorang, mindset saya berubah dari "Aku takut tidak bisa bahagia bersamanya" menjadi "Akankah dia bahagia bersamaku? Apa yang harus aku lakukan agar dia bisa merasa nyaman bersamaku?".
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu terus bermunculan di dalam benak saya. Terlebih saat saya sedang menulis tulisan ini, pertanyaan tersebut seperti berkedip-kedip di depan mata saya membuat saya tertawa. Kenapa saya harus tertawa? Apakah saya menertawai diri saya sendiri? Atau saya merasa pertanyaan itu terdengar konyol? Entahlah :)
Sekali lagi kebahagian itu terlintas begitu nyata di mata saya dan sesaat kembali tak terlihat.
Saya tahu pasti, kebahagiaan itu masih ada di dalam diri saya :)